Malam itu, Putri bersama adiknya yang bernama Andi berencana untuk mengajak ibu mereka untuk pergi ke pasar malam yang ada di alun-alun. Ibu pun menyetujui rencana mereka. Putri dan Andi merasa sangat senang. Putri, Andi, dan ibunya berangkat mengendarai sepeda motor.
Sesampainya di tempat parkir sepeda motor. Andi pun tidak sabar ingin segera naik wahana permainan yang ada di sana. Kemudian Putri mengajak ibunya.
“Ayo bu, Andi sudah tidak sabar.” tanya Putri.
“Tidak Put, ibu di sini saja, ibu lelah kalau berjalan-jalan, kalian berdua saja. Ini uang untuk kalian bermain.” jawab ibu.
“Oh, ya bu, terimakasih.” jawab Putri.
“Hati-hati ya? Jangan lama-lama!” tanya ibu.
“Iya, bu?” jawab Putri dan Andi serempak.
Setelah mereka mulai memasuki pasar malam. Mereka melihat banyak sekali penjual, seperti : penjual baju, makanan, minuman, hamster, bahkan ada yang menjual kerak telur. Putri dan Andi juga melihat beberapa wahana permainan, seperti : komidi putar, biang lala, kora-kora, kereta mini, perahu karet, dan tong setan.
“Adik, kamu mau naik yang mana?” tanya Putri.
“Aku ingin bermain perahu karet, Kak?” jawab Andi.
“Baiklah, kakak beli karcis dulu ya?” tanya Putri.
“Iya?” jawab Andi.
Setelah Putri membeli karcis, adiknya dapat bermain perahu karet. Putri sangat senang melihat adiknya yang terlihat gembira ketika manaiki perahu karet.
Karena waktu bermainnya telah habis, Andi pun turun dan melanjutkan jalan-jalan bersama kakaknya.
“Dik, setelah naik perahu karet, kamu ingin naik apa lagi?” tanya Putri.
“Adik ingin bermain biang lala, Kak?” jawab Andi.
“Oh, ya kakak setuju, kakak juga ingin naik biang lala.” jawab Putri.
Putri dan Andi segera membeli karcis dan mereka pun dapat bermain biang lala. Walaupun kelihantannya biang lala itu menakutkan, tetapi Putri dan Andi sangat menikmatinya.
“Dik, menyenangkan ya naik permainan ini.” tanya Putri.
“Iya, Kak, malah adik ingin naik sekali lagi.” jawab Andi.
“Jangan, lebih baik kita bermain yang lain saja. Kamu ingin bermain apa lagi?” tanya Putri.
“Kakak ingin bermain apa?” tanya Andi.
“Kakak ingin bermain kora-kora, karena kakak belum pernah naik yang itu.” jawab Putri sambil menunjuk kora-kora.
“Jangan itu Kak, aku takut naik yang itu.” jawab Andi.
“Enggak usah takut, kan cuma seperti ayunan biasa. Enggak papa ya?” tanya Putri.
“Ya, sudah deh, daripada aku nanti sendirian.” jawab Andi.
Karena waktu bermain habis, kami pun turun. Kami melanjutkan bermain kora-kora. Pada saat petugas permainan kora-kora mengoperasikan mesinnya. Kami semua mulai berayun ke depan dan ke belakang. Pada saat berayun ke depan tidak begitu menakutkan, tetapi pada saat berayun ke belakang sangat menakutkan, seperti akan terlempar. Perut Putri pun mulai terasa sadikit mual, tetapi ia masih bisa menahannya. Ketika kora-koranya berhenti, Putri bertanya kepada adiknya.
“Dik, kamu sudah apa belum?” tanya Putri.
“Kakak sudah apa belum?” tanya Andi.
“Kalo, kakak masih ingin lagi.” jawab Putri.
“Ya sudah, aku juga lagi.” jawab Andi.
Sebenarnya Putri sudah tahu kalau adiknya itu sudah tidak tahan lagi, tapi Putri tetap tidak mempedulikannya. Kemudian kora-kora itu digerakkan kembali, Andi hanya dapat memejamkan mata dan bersandar di bahu Putri, untuk menghilangkan rasa takutnya.
Setelah kora-kora itu diayun berulang-ulang kali, akhirnya waktu bermain telah habis. Semua yang naik kora-kora pun turun, begitu juga Putri dan Andi. Tetapi Andi turun dan berjalan dengan sempoyongan, raut mukanya nampak pucat , Putri tidak tahan melihat adiknya dalam kondisi seperti itu.
“Dik, apa kita duduk di situ dulu.” tanya Putri sambil menunjuk salah satu bangku.
“Tidak usah, Kak?” jawab Andi sambil berbicara dengan suara yang terbata-bata.
Kemudian Putri menuntun adiknya sambil memegangi kedua pundak adiknya itu agar jalannya tidak sempoyongan.
Setelah sampai di tempat ibunya duduk, Putri menjelaskan kejadian yang mengakibatkan tubuh adiknya itu lemas tak berdaya. Ibunya berkata kepada putri.
“Bagaimana sih Put, kenapa bisa begini kejadiannya!” tanya ibu.
“Maaf bu?” jawab Putri.
“Ya sudah, kita pulang saja, kasihan adikmu.” tanya ibu.
“Iya, bu?” jawab Putri.
Sesampainya di rumah, Andi langsung disuruh untuk berbaring di tempat tidur oleh ibunya. Lalu ibunya mengoleskan minyak kayu putih pada tubuh Andi dan Putri memijat kaki dan tangan adiknya itu. Kemudian Putri baru menyadari bahwa ia telah bersalah kepada adiknya, karena ia tidak mempedulikan keadaan adiknya ketika naik kora-kora, ia malah mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri.
Kemudian Putri berdoa agar adiknya itu dapat sembuh dari sakitnya. Dan beberapa saat kemudian Andi pun sembuh dan Putri merasa sangat senang.
Karya: Pasha Pradipta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
16 komentar:
pelajaran yg sangat berharga gan,, makasih atas artikelnya,, =))
@Rama88: sama" sob, :)
Salam Blogger indonesia...
Sepenggal kisah diatas mengingatkan q pada kluarga besar q yg kini jauh q tinggalkan u/ menempuh hidup baru bersm pasangn, kadang hati ini menangis ketika menyadari aq blum cukup bs membahagiakan mereka selama ini..
keluarga adalah Harta yg paling Berharga...
Happy Blogging sobat...
heemmm seru juga.... thanks dah berkunjung
wahh mantep nihh om!!
sundulan malam beres semua!
nyimak dulu sob :)
wah sangat bermanfaat nih
banyak hikmah dan pelajaran yang berharga nih disini :)
Jadi ingat masa sekolah dulu, doyan baca cerpen...
:D
visit back y sob, kalo boleh iklannya diklik :D
iklan sobat udah saya klik juga tu :)
@(Aku Bukan) Bang Thoyib: iya sob, tapi terkadang kita gk menyadarinya.
salam blogger juga ^^
@ABG Bugil: oke sob.. :)
@Riefz: oke om, thnks. :D
@Mbah Qopet: silahkan sob,, :)
@Zh!nTho: hehe, thnks sob. :)
@Farixsantips: thnks sob. :)
@arel: saya juga suka baca cerpen. :D
oke sob,, thnks :)
Post a Comment