ads
Home » » Impian dan Persahabatan

Impian dan Persahabatan

Written By Ramadhan Fnw on Nov 27, 2011 | 7:22 PM

  Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, ketika 2 orang sahabat duduk ditepi danau. Angin sore mengelus lembu kulit mereka. Sinar matahari terbenam menyambut dari balik awan menciptakan silvet yang indah. Inilah saat yang paling mereka senangi. Matahari terbenam.
  Pukul setengah 7 malam. Matahari sudah benar-benar menghilang digantikan oleh sang rembulan. Gina beranjak dari tempat duduknya.
  "Vino, ayo pulang!" Ia mengajak Vino sahabatnya.

  Vino ikut bangkit dan menyusul Gina yang sudah berjalan beberapa langkah darinya.
  "Gina?" Panggil Vino pada Gina, ketika langkah mereka mulai sejajar.
  "Hm?"
  "Kau tahu kita sudah kelas 12 dan tidak sampai sebulan lagi kita akan masuk Universitas?"
  "Aku tahu"
  "Emm.. apa kau sudah memutuskan akan melanjutkan kuliah dimana?"
  "Entahlah, aku belum memikirkannya, lantas bagaimana denganmu?"
  "Jerman" Jawab Vino mantap. "Kau tahu bukan, aku sudah bermimpi menjadi seorang pilot sejak aku kecil"
  "Tidak bisakah kau memberiku jawaban lain selain Jerman?" Kata Gina pelan. Vino tidak mendengarnya.
  Sebenarnya mereka sudah sering membahas ini. Tapi entah mengapa hati Gina terasa berat setiap kali Vino mengatakan pilot dan Jerman. Ada perasaan tidak ikhlas jika Vino benar-benar akan meninggalkannya sendiri. Mereka sudah bersahabat sejak kecil dan mereka sudah melakukan banyak hal bersama-sama. Dan Gina tau semua akan terasa berbeda jika Vino pergi.
  "Cepatlah kau temukan impianmu itu! Kau tidak bisa terus-terusan jadi anak SMA, ingat itu!" Kata Vino ketika mereka sampai di depan rumah Gina. Mereka terkekeh.
  "Jadi kau mendoakan ku tidak lulus, hah?" Kata Gina pura-pura marah.
   "Hahaha... kau pikir aku sejahat itu, hah?! Mana mungkin aku mendoakan hal butuk untuk sahabatku sendiri"
  "Hahaha... Aku tau. Sudahlah, aku mau masuk. Daaa Vino!"
  "Daa Gina!" Kata Vino sambil membuka pagar rumahnya yang bersebrangan dengan rumah Gina.
  Satu bulan berlalu, hari kelulusan pun tiba. Anak-anak kelas 3 SMA Harapan bersorak gembira karena mereka dinyatakan lulus. Begitu pula dengan Vino dan Gina yang kini tengah asyik membubuhkan tanda tangan mereka pada kaos teman-teman mereka.
  Senyum lebar tak pernah lepas dari bibir mereka berdua. Ada rasa bangga dan tidak percaya diri Gina. Bagaimana tidak, gadis yang notabenenya bernilai pas-pasan tiba-tiba lulus dengan hasil memuaskan. Begitu pula dengan Vino yang mendapat nilai nyaris sempurna. Meskipun begitu Gina tidak pernah iri pada Vino yang sejak kecil memang sudah pintar.
  Pukul setengah lima sore. Seperti hari-hari biasa, Gina dan Vino kini sedang asyik duduk dibawah pohon mangga ditepi danau. Menanti saat-saat dimana matahari terbenam.
  "Vin!" Panggil Gina. Tidak seperti biasanya. Biasanya mereka hanya duduk diam hingga matahari terbenam. Tapi kali ini Gina mengajak Vino berbicara.
  Vino menolehkan kepalanya. Ia dapat melihat bagaimana ekspresi wajah sahabatnya saat ini. Sangat serius. Dan ia semakin yakin ketika mata Gina menatap lurus pada matanya.
  "Kenapa?" Vino melemparkan senyum pada Gina.
  "Emm, itu.. E.. apa kau yakin akan pergi ke Jerman?" kata Gina ragu.
  "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu?" Kening Vino berkerut. Sebenarnya ia tahu bahwa Gina sebenarnya tidak ingin ia pergi. Tapi ia tidak berbicara apapun karna Gina tidak pernah mengungkapkannya langsung.
  "Jujur sebenarnya aku tidak ingin kau pergi. Aku selalu berharap kau akan memberiku jawaban selain Jerman saat kita membicarakan masa depan"
  Vino tersenyum datar. "Tapi aku sudah memimpikannya sudah lama."
  "Aku tahu. Tapi aku tidak mengerti. Kenapa harus Jerman?" Mata Gina mulai memanas.
  "Jadi kau akan menyuruhku tinggal dan melupakan impianku?" Suara Vino mulai meninggi.
  "Bukan begitu. Aku hanya tidak... Tidak bisakah kau melanjutkannya di Indonesia saja? Bukankah masih banyak Universitas bagus disini?" Suara Gina ikut meninggi. Gina dapat merasakan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya.
  "Jadi kau tidak ingin melihatku jadi orang sukses?" Vino menatap mata Gina tajam. "Maaf tapi aku tidak bisa!" Suara Vino melembut. Ia lalu meninggalkan Gina begitu saja di tepi danau. Gina sudah tidak bisa menahan air matanya buliran-buliran air mulai jatuh.
  Ini sudah 2 bulan sejak pertengkaran di tepi danau. Vino dan Gina belum bicara sejak hal itu. Jangankan bicara sms pun mereka jarang. Gina membolak-balikkan majalah remaja yang ada dihadapannya. Ia benar-benar bosan harus menghabiskan waktu sendirian. Ia beranjak dari tempat tidurnya, melangkah menuju jendela kamarnya yang menghadap ke jalan. Matanya menyusuri halaman rumah Vino. Berharap menemukan sosok sahabatnya itu.
  Di tepi danau Vino sedang memainkan ponselnya. Membuka folder foto dan mengamati satu-persatu fotonya dan Gina. Tangannya terhenti menggeser keypad ketika layar ponselnya menampilkan wajah Gina yang tersenyum sendirian.
  "Apa kau tidak merindukan ku?" Gumamnya.
  Vino akhirnya memutuskan untuk mengirim sebuah pesan pada Gina.
  Drrt. Drrt.
  Getaran ponsel membuyarkan lamunan Gina.

  From: Vino
   Besok aku harus berangkat ke Jerman. Bisakah kau menemuiku di Danua sekarang.

  Gina langsung berlari menuju ke Danau. Ia mendapati sosok laki-laki dengan kaos biru dan celana selutut tengah duduk dibawah pohon mangga. Meskipun orang itu memunggunginya tetapi ia tahu siapa dia.
  "Vin!" Panggil Gina.
   Vino menoleh lalu tersenyum. Gina membalas senyuman itu lantas duduk disamping Vino menikmati pemandangan sore yang sudah 2 bulan ini mereka rindukan. Gina menjatuhkan kepalanya diatas bahu Vino.
  "Pergilah! Aku tidak akan menghambatmu" Kata Gina masih menatap lurus pada matahari terbenam.
  Vino menoleh, memperhatikan kepala gadis yang tengah bersandar dibahunya. Ia lalu tersenyum.
  "Segeralah temukan impianmu! Dan berjanjilah kita akan bertemu lagi suatu hari nanti!" Ucapnya.
  Mereka lalu tersenyum bersama-sama. Untuk pertama kalinya, Gina berharap matahari tidak terbenam hari ini. Biarkan tetap seperti ini.
  6 tahun berlalu. Gina sedang membersihkan wajahnya dari make up. Sungguh ia benar-benar merasa lelah hari. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin lalu tersenyum. Entah mengapa hari ini ia benar-benar merindukan sahabatnya. Ini sudah 6 tahun sejak Vino pergi dan selama ini Vino tidak pernah memberikan kabar.
  Drrtt.Drrtt
  Gina merogoh tasnya, mencari ponselnya. Nah ketemu. Ia lalu menekan beberapa tombol untuk membuka kunci ponselnya.
  1 Mesage from 089878888
  "Nomor siapa ini?" Gumamnya
  Klik
  From: 089878888
  Hari ini. Pohon Mangga, Danau, Matahari terbenam

  Gina sedikit terperanjat ketika membaca pesan itu. Ia tahu betul siapa pengirim pesan itu. Ia melirik jam, pukul 17.00. Gina lalu meraih tasnya lalu pergi mencari mobilnya dan melaju dengan kecepatan penuh menuju danau.
  20 menit kemudian ia sampai. Setelah memarkirkan mobilnya ia lantas berlari ketempat yang sudah ia hafali. Pohon mangga. Larinya terhenti setelah sampai beberapa meter sebelum pohon mangga. Ketika ia mendapati sosok Vino yang sedang menunggunya dengan memakai kemeja putih dan celana panjang. Ia tidak dapat menutupi rasa bahagia yang meluap dari dalam dirinya. Ia pun langsung memeluk tubuh Vino. Vino juga membalas pelukan Gina.
  "Kenapa lama sekali, hah? Apa kau tidak merindukanku, hah? Kau tahu, ku pikir kau sudah mati." Ucap Gina. Suaranya agak serak karena ia menangis. Menangis bahagia tentunya.
  Vino melepaskan pelukan Gina. Menatap wajah gadis yang sangat ia rindukan. Ia mengusap air mata Ginda dengan ibu jarinya lalu tersenyum.
  "Jadi sekarang ceritakan padaku bagaimana kau bisa memilih sekolah seni dan menjadi artis drama?" Kata Vino
  "Kau ingat kelas teater ketika masih SMA?"
  "Ya?"
  "Kau ingat aku pernah masuk kelas teater dan menjadi salah satu pemain andalan?  Aku berpikir dari situ dan memutuskan untuk masuk sekolah seni dan menjadi artis drama. Lalu kau?"
  "Aku lulus dengan predikat sangat baik 2 tahun lalu dan aku langsung diterima menjadi pilot di maskapai penerbangan Jerman"
  "Lalu kenapa kau baru pulang. Kau harus tau kalau aku sangat merindukanmu."
  "Hahaha ya, aku tahu. Pilot baru harus bekerja 2 tahun dulu, baru setelah itu ia mendapat libur beberapa bulan."
  "Oooh" Gina hanya ber-oh ria.
  "Ngomong-ngomong, aku sudah melihat drama musikal terbarumu. Ceritanya sangat bagus, tapi aku tidak suka pada bagian drama saat kau memeluk pemain laki" Kata Vino bergurau.
  "Hahaha" Gina tertawa tapi setelah itu tampak kesal pada wajahnya. "Yak! Dasar bodoh! Kenapa kau tidak langsung menemuiku disana saja, hah?!" Gina mengayunkan tasnya ke kepala Vino.
  "Aduh, sakit bodoh!" Vino meringis.
  "Itu pantas untukmu" Kata Gina seraya duduk di bangku yang ada dibelakang mereka.
  "Yang penting kan aku sudah disini." Kata Vino dengan nada menggoda dan Gina hanya tersenyum.
  Vino melangkah duduk disamping Gina. Gina menyambutnya dengan menyandarkan kepalanya ke bahu Vino.
  Mereka hanya diam setelah itu. Tetapi senyuman tidak pernah lepas dari wajah mereka. Mereka benar-benar menikmati saat-saat itu. Saat ketika langit biru berubah jadi jingga dan jingga itu di gantikan gelapnya malam.

Selesai...

Karya: Ayu Triana
Share this article :

2 komentar:

dokunimus said...

Sahabat yang baik adalah selalu mendukung apa yang di impi impikan sahabatnya.
Untuk masalah komunikasi, sekarang kan jaman makin canggih, ada internet, HP, facebook, twitter, skype. Jadi so far ndak ada masalah.

Sip.

Ramadhan Fnw said...

@dokunimus: sipp saya juga setuju..
itu cerpen temen saya sob, imajinasi dirinya. :)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Share Our Knowledge - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger